Bank Indonesia Dan OJK Jangan Jadi Penyamun
Masyarakat Desak KPK Bongkar Dugaan Skandal di Bank Indonesia Dan OJK
Foto: Ketua LP-KKI dan Logo KPK, Gedung BI, dan Logo OJK
AKTUALDETIK.COM - Lembaga masyarakat, Lembaga Pengawasan Kebijakan Pemerintah Dan Kejahatan di Indonesia (LP-KKI), menyoroti perihal sisi "GELAP" di tubuh Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Kabarnya saat ini Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sedang mendalami dugaan korupsi dana CSR yang dikelola oleh kedua lembaga negara itu. 30/09/2024.
Dikutip dari media Internasional, Bloomberg Technoz, melansir, bahwa saat ini Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), sedang dalami dugaan atau indikasi skandal korupsi pada penyaluran dan Corporate Social Responsibility (CSR) Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Tidak disebutkan, berapa nilai CSR yang disebut-disebut digunakan untuk kepentingan pribadi itu, namun menurut Ketua LP-KKI, Feri Sibarani, S.H.,M.H.,CCDE.,CLDSI, pihaknya mencium jumlah itu pastinya tidak sedikit.
Berdasarkan Undang-Undang, besaran dana CSR adalah minimal 2% sampai 4% dari total keuntungan dalam setahun. Besarnya anggaran dana tersebut sesuai Peraturan UU PT dan PP No. 47 tahun 2012. Setiap daerah juga mengeluarkan aturan seberapa besar dana CSR yang harus dikeluarkan, namun tidak melebihi 4%.
"Disinilah KPK sebagai lembaga penegak hukum bidang korupsi, mustinya berani transparan dalam mengungkap skandal BI dan OJK itu. Jangan terkesan setengah hati. Tidak boleh begitu kalau mau benar-benar memberantas korupsi. Kan KPK juga tidak mungkin sembarangan mengungkapkan itu ke publik. Masyarakat juga menilai kinerja KPK. Jika sudah ada indikasi, termasuk modusnya, jumlahnya, siapa-siapa pemainnya, sebutkan dong, jangan terkesan omon-omon" Tukas Feri Sibarani hari ini.
Sebagaimana diketahui, Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu mengatakan, KPK memang menemukan mayoritas dana CSR yang disalurkan dua lembaga negara tersebut sesuai dengan peruntukkan. Dana-dana tersebut digunakan sebagai pembiayaan kegiatan atau pengembangan masyarakat.
“Yang jadi masalah itu yang 50-nya [50%] tidak digunakan [untuk masyarakat] tersebut. Dan ini digunakan misalkan untuk kepentingan pribadi. Nah itu yang menjadi masalah," kata Asep beberapa waktu lalu.
Asep mengatakan, kalau itu digunakan misalkan yang tadinya untuk bikin rumah, ya bikin rumah untuk masyarakat. Yang bangun jalan itu tidak menjadi masalah.
Dalam kasus ini, dia pun mengklaim KPK sudah melakukan penyelidikan hingga gelar perkara atau ekspos. Meski demikian, lembaga antirasuah ini masih merahasiakan status kasus tersebut apakah akan dilanjutkan ke tingkat penyidikan dan menetapkan sejumlah tersangka atau dihentikan.
Sebelumnya, Gubernur BI Perry Wijayanto mengaku pihak BI sudah menyampaikan sejumlah keterangan yang dibutuhkan oleh KPK untuk segera mengusut kasus dugaan tersebut. Meskipun telah menyampaikan sejumlah keterangan, Perry mengklaim bahwa BI telah menyalurkan dana CSR tersebut sesuai dengan prosedur yang berlaku.
“BI sebagai lembaga yang bertata kelola kuat dan menjunjung asas hukum, tentu saja telah memberikan keterangan-keterangan yang diperlukan dalam proses penyelidikan itu,” kata Perry.
Perry juga mengklaim bahwa proses penyaluran dana CSR telah memenuhi ketentuan yang berlaku, yaitu mencakup dua hal, yakni mengenai prosesnya maupun pengambilan keputusan.
Lanjutnya, kata Perry, CSR telah diberikan dengan tata kelola sebagai berikut; Pertama, CSR hanya diberikan kepada yayasan, tidak kepada individu. Namun, sejumlah yayasan tersebut juga harus memenuhi syarat agar dapat menerima bantuan dana CSR tersebut.
Kedua, CSR mencakup tiga bidang utama, yaitu bidang pendidikan yang berupa beasiswa, bidan pemberdayaan ekonomi masyarakat dalam bentuk UMKM, maupun bidang usaha lain di berbagai daerah, dan yayasan yang bergerak di bidang sosial, layaknya tempat ibadah berbagai agama.
Ketiga, CSR juga diberikan kepada yayasan memenuhi persyaratan, yakni; merupakan lembaga hukum sah, programnya harus jelas dan konkrit, dan jumlahnya harus sesuai dengan standar BI.
, "Intinya, masyarakat ingin tanggapi soal ini. Agar KPK jangan seperti main umpan dengan terduga pelaku kejahatan korupsi di Bank Indonesia dan OJK. Tidak ada istilah tawar menawar, apalagi bahasa dihentikan. Jangan jadi "Bencong" kalau mau bertarung dengan perampok-perampok uang negara dengan menggunakan jabatan dan kewenangan. Buka informasi secara konfrehensif ke masyarakat, jangan buka kepala, sembunyikan ekor. Itu sama saja Ada Udang Dibalik Batu" Pungkas Feri.
Sumber: Wawancara
Penulis: FIT



Komentar Via Facebook :