Berpedoman Kepada Putusan MK dan Peraturan Menteri Agama

Banyaknya Pengumpulan Zakat Secara Swadaya, Bagaimana Status Hukumnya?

Banyaknya Pengumpulan Zakat Secara Swadaya, Bagaimana Status Hukumnya?

JAKARTA AKTUALDETIK.COM

Untuk melaksanakan pengelolaan zakat, Pemerintah membentuk Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS), merupakan lembaga yang melakukan pengelolaan zakat secara nasional. BAZNAS berkedudukan di ibu kota negara, merupakan lembaga pemerintah non struktural yang bersifat mandiri dan bertanggung jawab kepada Presiden melalui Menteri.

Untuk di beberapa daerah seperti  Provinsi Aceh, penyebutan BAZNAS provinsi atau BAZNAS kabupaten/kota dapat menggunakan istilah 'baitul mal'.

Untuk membantu BAZNAS dalam pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat, masyarakat dapat membentuk Lembaga Amil Zakat (LAZ). LAZ adalah lembaga yang dibentuk masyarakat yang memiliki tugas membantu pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat.
 
Baitul Mal di beberapa perusahaan merupakan penyebutan istilah suatu lembaga yang mengelola dan menyalurkan zakat yang dikeluarkan oleh karyawan dan direksi di perusahaan tersebut.

Lembaga ini dalam peraturan perundang-undangan dikenal dengan nama LAZ (mendapatkan izin dari menteri) atau amil zakat perseorangan atau perkumpulan orang (yang dikenal dengan istilah amil zakat tradisional).

Pembentukan LAZ wajib mendapat izin Menteri atau pejabat yang ditunjuk oleh Menteri. Izin hanya diberikan apabila memenuhi persyaratan sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Sedangkan untuk perkumpulan orang, perseorangan tokoh umat Islam (alim ulama), atau pengurus/takmir masjid/musholla di suatu komunitas dan wilayah yang belum terjangkau oleh BAZNAS dan LAZ, cukup dengan memberitahukan kegiatan pengelolaan zakat dimaksud kepada pejabat yang berwenang.

Dalam UU No. 23/2011 memang secara eksplisit tidak menyebutkan mengenai lembaga amil zakat tradisional. Namun, berdasarkan Putusan MK No.86 tahun 2012, dapat dilihat bahwa amil zakat tradisional merupakan penyebutan istilah antara lain pengelolaan zakat oleh amil zakat perseorangan atau perkumpulan seperti yang terdapat di masjid-masjid atau tempat lainnya yang tidak memiliki izin dari pejabat berwenang.

Perlu diketahui bahwa bahwa di Peraturan Menteri Agama No.5 tahun 2017 tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Adiministratif dalam Pengelolaan Zakat, mengatur mengenai pengelolaan zakat oleh amil zakat perseorangan atau perkumpulan.

Melalui putusan MK yang telah memperlonggar penyaluran zakat oleh Amil Zakat tradisional khususnya di daerah-daerah yang tidak terjangkau BAZNAS dan LAZ, sepanjang diberitahukan kepada pejabat berwenang. MK juga menyatakan syarat berbadan hukum dan terdaftar di organisasi kemasyarakatan Islam sebelum izin LAZ diberikan oleh menteri agama bersifat alternatif atau tidak wajib.

Pemberitahuan kepada pejabat berwenang yang dimaksud di sini adalah pemberitahuan secara tertulis kepada kepala kantor urusan agama kecamatan setempat.
 
Masyarakat harus memastikan bahwa amil zakat tradisional yang didirikan oleh beberapa Direksi perusahaan sebagai perkumpulan orang yang melakukan pengelolaan zakat itu telah memberitahukan secara tertulis kepada kepala kantor urusan agama kecamatan setempat.

Selain itu, amil zakat di perusahaan itu wajib melakukan pencatatan dan pembukuan terhadap pengelolaan zakat; dan melakukan pendistribusian dan pendayagunaan zakat, infak, sedekah, dan dana sosial keagamaan lainnya sesuai dengan syariat Islam dan sesuai dengan peruntukan yang diikrarkan oleh pemberi.
 
Jika amil zakat di perusahaan itu tidak memberitahukan secara tertulis kepada kepala kantor urusan agama kecamatan setempat, maka akan dikenakan sanksi administratif berupa penghentian kegiatan pengelolaan zakat.
 
Sedangkan, jika amil zakat di perusahaan tidak melaksanakan kewajibannya dalam melakukan pengelolaan zakat, dikenakan sanksi administratif berupa, peringatan tertulis, penghentian sementara dari kegiatan, dan/atau pencabutan izin operasional.

 

Komentar Via Facebook :