Siapa Mafia di belakang PTN V?
PTPN V Diduga Rampas Hak Kopsa M, Dilapor ke Polri, KPK Dan KSP, Konfirmasi Media Tidak Direspon

Foto : Logo Perusahaan BUMN PTPN V Pekanbaru Riau dan Penampakan kantor Koperasi Petani Sawit Makmur
PEKANBARU AKTUALDETIK.COM - BUMN PTPN V, yang bermarkas di Pekanbaru Provinsi Riau disorot terkait adanya tindakan yang melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan dan kriminalisasi terhadap petani koperasi di kabupaten Kampar. 4/10/2021.
Salah satu cara PTPN V melumpuhkan perjuangan 997 petani Koperasi
Petani Sawit Makmur (Kopsa M), yang saat ini sedang memperjuangkan hak-
haknya melalui pelaporan kepada Satgas Mafia Tanah Bareskrim Polri dan laporan dugaan tindak pidana korupsi pada Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK), adalah dengan menciptakan pengurus koperasi tandingan, yang
dibentuk dengan Rapat Anggota Luar Biasa (RALB) abal-abal dan menggunakan tangan-tangan negara untuk memaksa pengesahan pengurus koperasi abal-abal.
Bahkan menurut kuasa hukum dari Setara Institut, Disna Riantina, saat dikonfirmasi oleh media ini, mengatakan pihaknya justru sedang menunggu hasil proses hukum di Mabes Polri, KPK dan bahkan dari Kepala Staf Presiden RI (Muldoko).
,"Jadi terkait kasus ini sudah sampai di mabes Polri, terkait dugaan pemalsuan surat-surat, oleh terduga PTN V saat membentuk RALB dan itu ada indikasi korupsinya, sehingga kita sampaikan juga ke KPK, sementara saat ini kita sedang menunggu juga dari KSP, karena perkara ini sudah kita sampaikan juga kepada pak Muldoko, "sebut Disna.
Disna Riantina juga mengatakan pihaknya telah berkomunikasi dengan direktur PTPN V Pekanbaru, dengan mendengarkan paparan dari pihak PTPN V sesuai versinya, namun Disna yang terdengar lugas dalam menyampaikan kronologis permasalahan Kopsa M dengan PTPN V itu berharap tidak terlalu lama ada solusi dalam rangka memberikan hak-hak petani.
Sebagaimna diketahui, RALB yang diklaim diselenggarakan pada 4 Juni 2021 sesungguhnya (1)
bertentangan dengan Pasal 24 (3) UU No. 12 Tahun 1992 dan Pasal 18 (2)
Peraturan Menteri Koperasi dan UKM No. 19/2015 tentang Penyelenggaraan
Rapat Anggota Koperasi; (2) RALB dilaksanakan secara illegal tanpa ada
rekomendasi/persetujuan dari Dinas Koperasi Kampar selaku Pembina Koperasi berdasarkan Pasal 20 ayat 1 dan 2 Peraturan Menteri Koperasi dan UKM RI No.19 Tahun 2015; (3) melibatkan orang di luar anggota Koperasi.
Melibatkan’ anggota yang sudah meninggal dengan memalsukan tanda tangan; (4) tidak mencapai kuorum karena hanya dihadiri segelintir peserta yang juga sebagian besar fiktif; (5) mencatut tanda tangan anggota, dan (6) mengangkat saudara Nusirwan sebagai Sekretaris Koperasi tanpa Ketua, yang sebenarnya merupakan karyawan PTPN V.
Demi melumpuhkan perjuangan petani, PTPN V diduga menggunakan tangan
Jaksa Pengacara Negara (JPN) pada Kejaksaan Tinggi Riau untuk menekan
berbagai pihak yang memiliki otoritas untuk mengesahkan koperasi abal-abal
tersebut. Tindakan memaksakan kehendak dengan cara melawan hukum adalah bentuk kesewenang-wenangan pejabat dan aparat negara dan
merupakan pelanggaran serius.
Sejatinya landasan hukum ihwal JPN dan kewenangannya tidak diatur secara tegas dalam peraturan perundang-undangan.
Bahkan UU BUMN menegaskan JPN
tidak bisa mewakili BUMN karena BUMN adalah badan hukum privat. Memang dalam penjelasan UU Kejaksaan dinyatakan bahwa Kejaksaan mempunyai kewenangan untuk dan atas nama negara atau pemerintah sebagai penggugat atau
tergugat yang dalam pelaksanaannya tidak hanya memberikan pertimbangan atau membela kepentingan negara atau pemerintah, tetapi juga membela dan
melindungi kepentingan rakyat.
Namun demikian, dalam konstruksi peristiwa yang dialami oleh Kopsa M,
Jaksa Pengacara Negara justru ikut campur urusan organisasi petani dalam
bentuk pemaksaan pengesahan koperasi secara melawan hukum. Jelas ini merupakan tindakan abuse of power yang menindas petani dan menghamba pada oknum-oknum di lingkungan PTPN V, yang secara membabi buta menutupi keburukan tata kelola BUMN bidang perkebunan ini.
SETARA Institute mendesak kepada Jaksa Agung ST. Burhanuddin untuk:
1. Memerintahkan Kepala Kejaksaan Tinggi dan Jaksa Pengacara Negara
bertindak profesional, netral, dan tidak mencampuri urusan keperdataan
antara Koperasi Petani Sawit Makmur (Kopsa M) dan PTPN V.
2. Memerintahkan jaksa pada Kejaksaan Negeri Kabupaten Kampar bertindak profesional dan tidak melakukan perbuatan-perbuatan di luar
kewenangannya.
3. Melakukan pengawasan atas kinerja Kejaksaan Negeri Kampar dalam
melakukan proses penegakan hukum.
Sementara kepada Komisi Kejaksaan RI, SETARA Institute meminta agar
Komisi ini melakukan pengawasan, pemantauan atas kinerja, sikap dan perilaku jaksa dalam menjalankan tugas kedinasannya. Praktik yang diperagakan oleh sejumlah jaksa pengacara negara pada Kajati Riau, jelas bertentangan dengan tugas kedinasan dan tugas pokok sebagai jaksa.
Kriminalisasi 2 petani yang tergabung dalam Koperasi Petani Sawit Makmur (Kopsa M) atas laporan PTPN V dan proses tidak prosedural Polres Kampar, menunjukkan bahwa cara-cara lama perusahaan BUMN berkolaborasi dengan penegak hukum belum berubah.
Praktik ini seharusnya menjadi masa lalu. Tetapi faktanya di lapangan masih banyak terjadi. Klaim bahwa PTPN V compliance dengan standar
sustainability policy dan standar bisnis dan HAM dalam tata kelola perkebunan, ternyata hanya menjadi slogan untuk dagang Sawit ke dunia internasional.
Petani yang menjual hasil kebun sendiri justru dituduh menggelapkan barang oleh PTPN V dan Polres Kampar dengan drama merampas truk milik koperasi dan melaporkannya kepada Polres Kampar. Dalam sekejap, kurang dari 24 jam Polres Kampar telah menetapkan tersangka. Kasus rekayasa dengan nomor LP/434/IX/2021/SPKT/POLRES KAMPAR/POLDA RIAU, tanggal 1 September 2021 ini, telah menjerat KIKI ISLAMI PARSHA (pada 2/9/2021) dan SAMSUL BAHRI (pada 7/9/2021).
Atas ancaman kriminalisasi tersebut, perwakilan 997 petani yang sedang
memperjuangkan hak-haknya yang dirampas PTPN dan pihak swasta lainnya ini mendatangi Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). LPSK telah menetapkan petani-petani Kopsa M berada dalam status perlindungan lembaga negara ini.
Petani-petani ini adalah saksi dan korban dari tata kelola PTPN V yang
tidak akuntabel dan memperdaya rakyat dalam skema kerjasama yang tidak setara. Penggunaan instrumen hukum untuk membungkam petani adalah tindakan indisipliner dan kesewenang-wenangan aparat yang tidak boleh dibiarkan.
Menkopolhukam Mahfud MD, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo harus
menghentikan kriminalisasi yang memalukan institusi-institusi negara dan badan usaha milik negara. Komplonas dan Bareskrim Polri mengawasi secara langsung dan
seksama atas peragaan kesewenang-wenangan aparat Polri.
Atas informasi yang diterima media ini, sebelum dimuat sebagai informasi melalui pemberitaan di aktualdetik.com dan group Aktual Indonesia, dilakukan konfimasi secara elektronik kepada pejabat Humas di PTPN V Pekanbaru, Risky, melalui telepon selulernya di nomor +62 812-7654-02xx. Namun Redaksi menunggu hingga sepekan, Risky tetap tidak merespon.
(Feri.S)
Sumber: SETARA Institute
Bagi masyarakat yang memiliki informasi atau mengetahui kejadian/peristiwa dimanapun atau ingin berbagi foto dan video, silakan dikirim ke nomor WA: 0812 6830 5177 - Atau EMAIL redaksi : [email protected].
JANGAN LUPA
Mohon dilampirkan data pribadi
Komentar Via Facebook :