Bencana Dibalik Pembalakan Liar
Ilegal Logging Di Kabupaten Kampar Terus "Terbiarkan"?

Ilustrasi Hasil Balak Liar
PEKANBARU AKTUALDETIK.COM - Hingga saat ini kejahatan di bidang kehutanan dan lingkungan terus terjadi wilayah swaka margasatwa Rimbang Baling Kabupaten Kampar Riau. Sejumlah pengamat bidang kehutanan dan lingkungan hidup, termasuk kepala Departemen Perubahan Iklim Majelis Nasional KAHMI, Dr. Elviriadi memberikan pandangan nya atas upaya penghentian deforestasi di hutan yang di lindungi itu.
,"Penegak hukum harus bekerjasama dengan masyarakat yang tinggal di Rimbang Baling, Selama ini, antara masyarakat setempat dengan para penegak hukum komunikasi dan silaturahmi belum terjalin erat. Padahal masyarakat setempat bisa diandalkan untuk menjadi pengontrol dari kegiatan pembalakan liar di kawasan Suaka Margasatwa tersebut," kata Elviriadi.
Di Kabupaten Kampar, tepatnya Hutan Rimbang Baling yang konon berdasarkan Penetapan Kemen LHK Hutan Rimbang Baling adalah wilayah Margasatwa tempat berbagai flora dan fauna berkembang biak, namun saat ini hutan dan aneka satwa tersebut terus terancam akibat di usik oleh oknum-oknum dan pemodal yang diduga mengatasnamakan masyarakat setempat.
Sejauh ini pihak berwewenang BKSDA Riau dan Balai Penegakan Hukum ( GAKKUM ) KLHK, serta Kepolisian Polda Riau acap kali melakukan penangkapan supir truk yang di duga mengangkut kayu hasil kejahatan dari areal terlarang tersebut, namun sekalipun ada upaya penangkapan itu, perbuatan melanggar hukum atas kehutanan hingga kini masih terus bergulir.
Terkait hal ini, selain kepada pihak Balai Gakkum KLHK dan BKSDA Riau, awak media aktualdetik.com lakukan konfirmasi via seluler kepada kapolres Kampar, AKBP. M. Kholid, SIK, namun Kapolres tersebut melalui kasat reskrim Polres Kampar, AKP. Fazri menjawab pertanyaan awak media mengatakan dalam waktu dekat pihaknya akan melakukan pengecekan dilapangan.
,"Ya makasih atas informasinya nanti kami kroscek ya pak...krn saat ini kita sedang difokuskan utk operasi pencegahan virus corona di kab kampar," tulis Fazri melalui Akun WA.
Atas tanggapan tersebut, setelah beberapa hari, hingga berita ini dimuat, baik kapolres Kampar maupun kasat reskrim Polres Kampar, AKP. Fazri belum memberikan informasi apapun terkait pengecekan yang dimaksud.
Belakangan pihak Balai Gakkum KLHK Riau, dan BKSDA atas pertanyaan awak media mengatakan, pihaknya kerap melakukan upaya penindakan, namun disebutkan, pihak yang diduga perambah hutan melakukan perlawanan, dengan banyak cara, termasuk merusak kendaraan pihaknya, sehingga kejahatan kehutanan dan lingkungan di Kabupaten Kampar seakan terbiarkan.
Apakah Negara kalah dengan kelompok masyarakat atau mafia kayu di wilayah Rimbang Baling Kampar? Publik pun menilai Polres Kampar selaku pemilik wilayah hukum terkesan membiarkan, karena hingga kini, nyaris tidak terdengar tindakan yang berarti dari Kepolisian kampar, bahkan kabarnya, berdasarkan investigasi di wilayah tersebut dari beberapa warga yang tidak bersedia menyebutkan namanya, kayu-kayu hasil perambahan liar itu diketahui justru lewat setiap hari dari depan kantor Polsek Kampar kiri yang berada tidak jauh dari swaka margasatwa Rimbang Baling.
Hal ini pun kembali mengundang perhatian pakar lingkungan hidup Riau, Elviriadi. Menurutnya peristiwa yang telah lama terjadi itu harus dihentikan secepatnya dengan cara-cara persuasif dan terarah dari pihak-pihak berwewenang, dan Pemerintah diharapkan juga dapat meberikan solusi yang tepat guna memberikan umpan balik, agar tercipta sebuah aktifitas baru untuk menunjang perekonomian masyarakat.
,"Pemerintah daerah Kampar beserta penegak hukum harus mencari sumber mata pencaharian baru bagi warga di kawasan tersebut. Di Rimbang baling ada 14 desa, hulu nya Desa pangkalan serai sampai ke desa Domo. Masyarakat mengalami himpitan ekonomi karena karet murah. Sehingga bila tidak dilakukan pendekatan, masyarakat bisa saja membiarkan perambahan hutan di sana," Ungkap Elviriadi.
Selanjutnya, Elviriadi juga mengatakan bahwa masyarakatlah yang siaga 24 jam menjaga hutan sejak sebelum penetapan kawasan lindung oleh Gubernur Riau tahun 1980 dan dirubah menjadi kawasan Suaka Margsatwa oleh Menteri Kehutanan.
,"Pola pendekatan perlu dirubah ke Masyarakat. Saya sering bertandang ke sana mereka baik baik dan ramah ramah. Pasti ada terjadi sesuatu yang tidak klop sebelumnya. Ini harus dicari penyebabnya. Lalu dirobah gaya pendekatan sosiologis ke 14 desa tersebut," Beber putra Meranti yang sering jadi saksi ahli di persidangan itu.
Sementara saat diminta pendapatnya atas dugaan adanya becking dan pemodal serta keterlibatan oknum aparat dalam perbuatan melanggar hukum tersebut, Elviriadi tidak menampik.
,"Yang sangat diperlukan masyarakat adalah bagaimana membuat ekonomi berbasis hutan atau yang dikenal dengan ekowisata. Kawasan air terjun sudah tersedia, tinggal bagaimana ekonomi rakyat bergerak sehingga mereka tidak terpikir untuk turut serta merambah hutan. Saya percaya, ada pemodal dan pihak-pihak tertentu dibelakang kegiatan itu. Hal inilah yg harus diputuskan mata rantainya secara konsekwen dan autentik," tulis Dosen UIN Suska itu melalui WA.
Feri Sibarani
Komentar Via Facebook :