Ajakan kecintaan terhadap daerah

Ketua YLBHIG Cabang Gorut, Tutun Suaib, SH : Rakyat Lebih Cerdas Memilih Pemimpin Pada Pemilu 2024

Ketua YLBHIG Cabang Gorut, Tutun Suaib, SH : Rakyat Lebih Cerdas Memilih Pemimpin Pada Pemilu 2024

Ketua YLBHIG Cabang Gorut,Tutun Suaib.SH

GORONTALO AKTUALDETIK.COM - Beberapa kriteria calon pemimpin yang menurutnya tak patut diberikan kesempatan menjadi "NAHKODA" Rakyat butuh pemimpin, bukan pemimpi, maka jangan pilih pemimpi, apalagi yang suka berbohong dan melakukan manufer politik menjadikan masyarakat gagal berfikir, Jika perlu masyarakat memberikan sanksi pada pemimpin ingkar janji.

Tutun mengusulkan pemimpin seperti ini wajib hukumnya dimakzulkan. Soal pemakzulan seorang pemimpin yang ingkar janji, memang belum dapat dilakukan karena tidak ada landasan hukum.

Tutun Suaib seorang Aktivis menerangkan ajakannya itu didasari dengan kecintaan terhadap daerah yang ditempatinya.

Beberapa tahun terakhir Pemerintah tidak menghadirkan perubahan berarti, 
semuanya hanya sebatas program di atas kertas tetapi tak berwujud, sehingga menurut Tutun pemimpin sekarang tak mampu melanjutkan program pemimpin yang terdahulu, maka sekarang ini hanyalah pemimpi yang dipilih rakyat.

Itulah sebabnya, kita berharap ada dasar hukum yang akan mendorong para pemimpin untuk menunaikan janji-janji manisnya saat kampanye, sehingga program-program yang ditawaran kepada publik saat kampanye tidak menjadi sekedar janji palsu.

Lebih menarik di masa Pemilu serentak 2024 nanti layak dicermati, gaungnya bergairah pada semua kalangan, tampak saat menjelang kampanye lalu pasca kampanye dan setelah pemilihan suasana bergairah turun drastis.

Semua berubah dan berjalan datar, seolah persoalan kepemimpinan selesai. Semasa kampanye banyak program yang ditawarkan kepada masyarakat, dari menjelang Pemilihan memang calon pemimpin pandai bersilat lidah, pintar meminta simpati dan jago memberi harapan. Alhasil, rakyat terpesona lalu terperangkap dalam jebakan Batman yang dioles dengan kemampuan mengumbar janji.

Polanya mengobral janji, menebar pesona, mensejahterakan rakyat, mengurangi pengangguran, penyediaan lapangan kerja, membantu permodalan melalui UMKM, pelayanan kesehatan gratis, peningkatan sektor pertanian dan perikanan, memberantas KKN, sederet janji manis lainnya.

Tidak semua pemimpin terpilih berlaku demikian, banyak pemimpin yang menepati janjinya. Tapi fakta menunjukan bahwa sebagian pemimpin ketika sudah terpilih dan duduk pada tahta singgasana kepala daerah lupa atau pura-pura lupa terhadap janji-janji yang pernah diobralkan dihadapan masyarakat saat kampanye, baik yang dilakukan oleh calon itu sendiri maupun oleh tim suksesnya termasuk oleh partai-partai pengusung maupun pendukungnya.

Pemimpin yang yang akan terpilih nanti melalui Pesta Demokrasi adalah tak sekadar berjanji atau tidak menjadi tukang janji, melainkan melaksanakan dengan sungguh-sungguh apa yang telah dijanjikannya.

Maka Jabatan politik adalah jabatan mulia dan karenanya pantas dimuliakan lewat kejujuran untuk menampilkan diri apa adanya, jika kita sepakat dan memaknai bahwa janji adalah hutang (apapun agama dan keyakinanya).

Maka apakah janji politik termasuk katagori hutang yang harus dibayar. Artinya jika janji politik adalah merupakan janji akad kontrak politik kepada publik atau janji kepada banyak orang yang harus ditepati, maka tidak ada alasan untuk tidak ditunaikan.

WA AWFUU BIL'AHDI INNAL’AHDA KAANA MAS UULAA

"Dan penuhilah janji sesungguhnya janji itu pasti diminta pertanggungjawaban."(QS. AL-ISRA Ayat 34)

Tutun merasa trauma pemimpin yang suka janji, gampang melihat (Janji) kebohongan itu. Bisa kita googling ada yang namanya jalan masa depan, adakah yang menjadi kenyataan?,"

"Saya bagian dari anak muda sebagai pemilih milenia termasuk orang yang menghadirkan pemimpin yang lalu, tetapi kemudian anak-anak muda hanya dijadikan obyek bukan subyek. Padahal anak-anak muda kita ini kreatif, hadir startup-startup hebat, tapi ini semua tidak diakomodir," sambungnya

Apalagi, Mahkamah Konstitusi (MK) saat ini tidak dapat mengadili seorang pemimpin ingkar janji jika tidak ada yang mendakwa, yaitu Dewan Perwakilan Rakyat atau lembaga legislatif.

Jadi yang sangat memungkinkan dilakukan adalah pemberian sanksi sosial artinya rakyat jangan memilih pemimpi pada pemilihan 2024 tapi memilih Pemimpin.

Bahkan mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) sekarang menjabat MENKOPOLHUKAM Prof.Mahfud MD mengusulkan agar nantinya ada hukum yang mengatur Pemimpin ingkar janji itu, bahkan bisa masuk pada ranah pidana.

Namun menurutnya, tindakan tercela dalam hukum ketatanegaraan itu sampai sekarang belum ada formulasinya. Maka dari itu, tidak bisa tindakan tercela seorang pemimpin itu diajukan ke pengadilan. Maka, ke depan harus diatur.

Soal pemimpin ingkar janji itu, Majelis Ulama Indonesia (MUI) pernah mengeluarkan fatwa tentang hukum berdosa bagi pemimpin yang tidak menepati janjinya saat kampanye.

Menurut kesepakatan ulama MUI dalam acara Ijtima Komisi Fatwa MUI V di Tegal, 7-10 Juni 2015, fatwa ini berlaku bagi pemimpin dan calon pemimpin publik baik itu di legislatif, yudikatif maupun eksekutif. MUI meminta para calon pemimpin tidak mengumbar janji untuk melakukan perbuatan di luar kewenangannya.

Jangankan pemimpin sebagai orangtua kita selalu meminta agar anak-anak kita untuk tidak berbohong atau mengingkari janjinya. Semua orangtua pasti kesal jika ada anaknya yang selalu berbicara bohong. Bahkan memberikan hukuman kepada si anak jika terus berbicara bohong dan mengingkari janji. Maka, sangat wajar bila seluruh rakyat memberikan hukuman kepada para pemimpin yang selalu ingkar janji.

Agama apapun di Republik Indonesia ini melarang umatnya melakukan kebohongan, terlebih lagi bagi seorang pemimpin. Hukum Islam menyuruh agar setiap Muslim menepati janji dan melarang mengingkarinya. Sebab setiap janji akan dimintai pertanggungjawabannya. Terpenting, pemimpin harus menunaikan janjinya saat kampanye demi kemaslahatan umat.

Ke depan rakyat lebih cerdas memilih calon pemimpinnya, jangan asal pilih, karena Indonesia membutuhkan pemimpin yang muncul ke hadapan publik adalah mereka yang memiliki kompetensi dan kemampuan menjalankan amanah. Calon pemimpin publik tidak boleh mengumbar janji untuk melakukan perbuatan di luar kewenangannya untuk tujuannya.

Selain itu, pemimpin selalu ingat bahwa jabatan adalah amanah dan pasti dimintai pertanggungjawabannya oleh Tuhan. Jadi, pemimpin jangan sekalipun berbohong dan mengingkari janjinya. Amanah bukanlah untuk kehormatan pemimpin, tapi untuk kehormatan umat dan bangsa ini.

Negeri ini membutuhkan pemimpin yang jujur dan kompeten mengurus Daerah juga memiliki visi dan kompetensi dalam mengurusi Negara dan Bangsa. Kehancuran suatu negara tidak terjadi karena pemimpin yang tidak pintar melainkan karena pemimpin yang tidak jujur.

Daerah, Negeri atau Bangsa akan hancur jika pemimpinnya suka mengingkari janjinya.

Sudah menjadi tugas kita semua menyelamatkan Indonesia,dengan menegakkan nilai-nilai keadilan dan kejujuran. Tugas kita bersama untuk memberikan kesejahteraan kepada rakyat. Tentu untuk meraihnya, dibutuhkan dicapai pemimpin yang mumpuni, jujur dan tidak pernah mengingkari janjinya.

Dalam pernyataan penutup, Tutun yang dikenal pula sebagai Pengacara, berharap anak muda jangan melek dengan politik.

"Karena anak muda itu bukan pemilik masa depan tapi pemilik hari ini dan penentu hari ini,"

Laporan : Irfan Liputo

Bagi masyarakat yang memiliki informasi atau mengetahui kejadian/peristiwa dimanapun atau ingin berbagi foto dan video, silakan dikirim ke nomor WA:  0812 6830 5177 - Atau EMAIL redaksi : [email protected].
JANGAN LUPA 
Mohon dilampirkan data pribadi.

Komentar Via Facebook :