Riza Chalid Tidak Berada di Indonesia
Berani Gak Jaksa Agung Seret Riza Chalid?

Foto : Muhammad Riza Chalid (MRC) dan Ketua Lembaga Pemantau Kebijakan Pemerintah dan Kejahatan di Indonesia (LPKKI), Feri Sibarani, S.H.,M.H
AKTUALDETIK.COM - Akhirnya setelah melalui proses waktu yang cukup alot dan lama, Kejaksaan Agung RI pun berhasil menetapkan "Sang Raja Mafia Minyak Indonesia" Muhammad Riza Chalid (MRC) sebagai tersangka. Sebutan itu sudah begitu familiar di Indonesia, buntut dari mega skandal korupsi Pertamina (PT Pertamina Patra Niaga) yang merugikan keuangan negara Rp 193 Triliun Pertahun. 11/07/2025.
Namun, dibalik penetapan Riza Chalid sebagai tersangka mega korupsi Pertamina itu, masyarakat mempertanyakan apakah Jaksa Agung, ST Burhanuddin, cukup berani untuk menangkap dan menahan "Sang Raja"? Hal ini ternyata menuai pendapat yang pro kontra. Sebagian mengatakan Jaksa Agung ST Burhanuddin tidak perlu diragukan lagi, sepanjang presiden Prabowo Subianto memerintahkan.
Disisi lain, Ketua Lembaga Pemantau Kebijakan Pemerintah dan Kejahatan di Indonesia (LPKKI), Feri Sibarani, SH, MH, menjawab pertanyaan awak media ini mengatakan, bahwa pihaknya selaku salah satu komponen masyarakat yang intens melakukan pemantauan atas berbagai kasus di tubuh Pertamina, sedikit meragukan.
"Menurut kami kasus di tubuh Pertamina ini memang sangat menekan posisi Jaksa Agung RI, ST Burhanuddin, karena tidak mungkin kasus sebesar itu tidak melibatkan orang-orang penting di Pemerintahan pusat. Dan posisi Muhammad Riza Chalid ini sangat sentral dalam perkara ini. Jujur, rasanya, Jaksa Agung, tidak akan berani secara vulgar atau menyeret MRC ini seperti tersangka lainnya, apalagi menahannya di jeruji besi," Sebut Feri Sibarani.
Namun pihaknya mengakui bahwa kinerja ST Burhanuddin telah membuktikan bahwa Jaksa Agung merupakan lembaga penegak hukum yang terbaik saat ini dalam penegakan hukum korupsi dan pengembalian kerugian keuangan negara. Itu menurutnya merupakan hal yang tidak terbantahkan oleh siapapun.
"Mungkin pada akhirnya MRC akan tetap di bidik kejaksaan, karena berdasarkan barang bukti dan Saksi-Saksi yang telah diperiksa. Tetapi dugaan kami Chalid akan diperlakukan istimewa, atau perlakuan khusus. Dan itu tetap saja akan bertendensi keberpihakan, atau terkesan kebal hukum, mempermainkan hukum bagi Riza Chalid. Semoga dugaan kami ini salah, dan Riza Chalid dapat di berikan hukuman yang setimpal, karena perbuatannya pasti mempengaruhi dan merugikan masyarakat melalui harga beli BBM yang sangat mahal di semua SPBU Indonesia" Ujarnya.
Menurut data yang dimiliki pihaknya, bahwa terkait harga BBM di seluruh SPBU Indonesia sangat mahal jika dibandingkan dengan negara jiran seperti Malaysia dan Singapura. Harga itu bedasarkan analisanya semakin tidak masuk akal, dikaitkan dengan Indonesia sebagai negara penghasil terbesar minyak dunia atau eksportir BBM ke Malaysia.
"Di Malaysia perhari ini saja, harga BBM dengan spesifikasi RON 95 setara dengan Pertamax hanya di Bandrol di harga Rp 6.900 rupiah. Sedangkan Ron 97 hanya dihargai Rp 10.400 rupiah. Sementara di Indonesia, Ron 95 harganya Rp 13.150 rupiah dan Ron 98 Rp 13.300 rupiah. Bagaimana pemerintah dapat menjelaskan ini secara masuk akal? Inilah yang kami duga kuat akibat tingginya kejahatan terstruktur di tubuh Pertamina" Tegas Feri Sibarani.
Sebagaimana diketahui, bahwa Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menetapkan Muhammad Riza Chalid (MRC) yang merupakan pemilik PT Orbit Terminal Merak (OTM) sebagai tersangka kasus korupsi Tata Kelola Minyak 2018-2023. Ia diduga melakukan tindakan melawan hukum, yakni menghilangkan skema kepemilikan aset dalam kontrak kerja sama dengan PT Pertamina (Persero).
Penetapan tersangka tersebut mengacu pada Surat Penetapan Tersangka Nomor TAP-49/F.2/Fd.2/07/2025 Tanggal 10 Juli 2025, dan Surat Perintah Penyidikan Nomor PRIN-53/F.2/Fd.2/07/2025 Tanggal 10 Juli 2025.
Direktur Penyidikan Kejaksaan Agung Abdul Qohar mengatakan, Ia melakukan perbuatan secara bersama-sama dengan tersangka HB, Tersangka AN dan Tersangka GRJ untuk menyepakati kerjasama penyewaan Terminal BBM Tangki Merak dengan melakukan intervensi kebijakan tata kelola PT Pertamina.
"Memasukkan rencana kerjasama penyewaan terminal BBM Merak, yang pada saat itu PT Pertamina belum memerlukan tambahan penyimpanan Stok BBM," ujarnya di gedung Kejaksaan Agung, Kamis malam (10/7).
Selain itu, Ia juga menghilangkan skema kepemilikan aset Terminal BBM Merak dalam kontrak kerjasama, serta menetapkan harga kontrak yang tinggi. Kontrak dengan PT OTM ini sebenarnya berlaku selama 10 tahun. Dalam waktu 10 tahun, PT OTM seharusnya menjadi milik PT Pertamina Patra Niaga.
"Klausul itu di dalam kontrak dihilangkan, padahal berdasarkan hasil kajian Pranata UI itu sudah jelas apabila selama 10 tahun dengan harga yang saya sebut tadi, ada klausul Pertamina akan mendapat sharing asset, aset akan menjadi milik PT Pertamina Patra Niaga, tetapi itu dihilangkan," tuturnya.
Atas tindakan tersebut, BPK menghitung kerugiannya mencapai Rp 2,9 triliun. "Kerugian berdasarkan perhitungan BPK sebanyak Rp 2,9 triliun, khusus untuk OTM dengan hitungan total loss," imbuhnya.
Adapun, Riza Chalid tidak berada di Tanah Air. Kejagung mengungkapkan Riza berada di Singapura saat ini. "Khusus MRC selama 3 kali dipanggil, tidak hadir. Yang bersangkutan tidak tinggal di dalam negeri, khususnya di Singapore," ujarnya.
Qohar mengatakan Kejagung telah mengambil langkah-langkah untuk menemukan dan mendatangkan Riza Chalid ke Indonesia. Sebagai informasi, total kerugian keuangan dan perekonomian negara dalam perkara ini yakni sebesar Rp285.017.731.964.389.
Sumber: CNBC/LPKKI
Editor: FIT
Komentar Via Facebook :