LPKKI Minta APH Bongkar PTPTN
Tata Kelola Abal-Abal PTPN V, Kebun Inti Air Molek Group, Rugikan Keuangan Negara Puluhan Miliar

Foto : Kantor Direksi PT Perkebunan Nusantara IV
AKTUALDETIK.COM - Sebagai upaya merealisasikan RJP PTPTN V tahun 2003-2007, PTPTN V rencanakan penambahan luas areal tanaman dengan proyek pengembangan kebun inti. Salah satu lokasinya adalah di Air Molek Group meliputi kabupaten inhu, Inhil, dan kabupaten Kuantan Singingi. 16/09/2025.
Berdasarkan sumber media ini, ternyata proyek tersebut diduga fiktif atau sarat dengan praktik manipulasi, karena lahan yang seharusnya diperoleh seluas 6.998 hektar itu, kenyataan tidak pernah ada atau dikuasai oleh PTPTN V, sekalipun biaya-biaya administrasi dan perizinan telah dikeluarkan sebesar Rp 56 Miliar rupiah.
Berdasarkan analisa awak media ini, dari informasi yang di uraikan oleh Lembaga Pemantau Kebijakan Pemerintah dan Kejahatan di Indonesia (LPKKI), bahwa secara ringkas dapat disampaikan ternyata areal lahan seluas 6.998 hektar itu diduga fiktif, alias tidak pernah ada secara utuh dan berkekuatan hukum, karena sesuai uraian dalam latar belakang risalah permasalahan pengembangan kebun PTPTN V Air Molek Group disimpulkan lahan dimaksud disebut bermasalah dengan masyarakat.
Disebutkan, bahwa PTPTN V memperoleh areal lahan pengembangan kebun inti dari pihak kedua, yakni PT. Kharisma Riau Sentosa Prima (KRSP). Letak lokasi lahan di Kec Sei Lala (Sebelumnya) bernama Kec. Pasir Panyu dan Kec. Kelayang dengan luasan 6.998 hektar. Kabarnya, biaya untuk kompensasi IUP per hektar nya berjumlah Rp 2.250.000/ha, atau jika dijumlahkan di kali total luasnya berjumlah Rp 15.745.500.000.
Keanehan dan dugaan kinerja abal-abal alias dugaan konspirasi jahat oknum-oknum petinggi PTPTN V saat itu terlihat ketika areal lahan mulai dibuka, ternyata timbul permasalahan dengan masyarakat. Kabarnya, PTPTN V sempat menanam seluas 1000 hektar, namun permasalahan ini selanjutnya berkepanjangan, dan diduga sebagai cipta kondisi hanya untuk meraup uang Negara yang dikelola oleh PTPTN V sebagaimana disampaikan oleh ketua LPKKI, Feri Sibarani, SH, MH, pada keterangan pers untuk menjawab pertanyaan awak media.
"Sebodoh itu kah managemen PTPTN V saat itu? Betapa buruknya tata kelola perusahaan milik negara seperti itu. Ketika BUMN melalui PTPTN V sudah membayar uang kompensasi IUP kepada PT KRSP, sebesar 15 miliar lalu begitu saja muncul masalah? Pertanyaannya, apakah tahapan sebelumnya belum berjalan, atau PTPTN V tertipu oleh pihak PT KRSP? Ini semua sulit diterima akal sehat " Kata Feri Sibarani, hari ini kepada media.
Yang lebih konyolnya menurut ketua LPKKI Feri Sibarani, disaat pihak PTPTN V menuntut tanggung jawab pihak PT KRSP atas permasalahan yang terjadi atas areal lahan pengembangan itu, malah oleh PT KRSP menjawab dengan sangat sederhana dengan mengatakan, pihaknya hanya melaksanakan isi Akta Notaris No 03 tanggal 14 Mei 2004.
"Setelah muncul masalah saat itu, dengan jelas dalam risalah kita baca, jawaban pihak PT KRSP hanya mengatakan, PT KRSP hanya melaksanakan Isi Akta Notaris No 03 tanggal 14 Mei 2004. Artinya, kami melihat, disini PTPTN betapa cerobohnya dan terlihat tidak melakukan upaya apa-apa selain koordinasi biasa yang tidak memiliki daya upaya memaksa mengembalikan keuangan Negara" Sebutnya.
Menurutnya, berdasarkan isi risalah permasalahan pengembangan kebun inti PTPTN V di Air Molek Group, hingga Juli 2007, Areal yang diperoleh dari PT KRSP yang dapat dikuasai dan ditanami adalah 1000 Ha di Sei Lala, dan 1.750 Ha di Desa Pasikaian Kabupaten Kuantan Singingi.
Selanjutnya kejanggalan berikutnya, adalah, bahwa terbitnya IUP lebih dulu daripada Izin lokasi, yakni IUP terbit 28 Juni 2004 dan Izin Lokasi 30 Juni 2004, yang seharusnya, izin lokasi lebih dulu dari IUP. Kemudian hasil kunjungan petugas bagian PTPTN V ke lokasi Sei Lala tanggal 10-13 Juli 2007, didapati bahwa dalam areal telah ditanami dengan berbagai tanaman masyarakat, seperti karet, kelapa sawit yang sudah usia panen, dan dipastikan, transaksi pembayaran kompensasi IUP dilakukan diatas lahan masyarakat yang sudah lama menggarap di sana.
Kejanggalan berikutnya, bahwa terdapat perbedaan luasan lahan dalam Akta Notaris Tengku Indra Bungsu No. C-1860. HT. 03.02.-TH/1999 tanggal 14 Mei 2004 dengan izin lokasi dan IUP. Dalam Akta Notaris itu luasnya 6.758 Ha, sementara dalam Izin Lokasi dan IUP seluas 6.998 Ha.
Disebutkan dalam kesimpulan risalah permasalahan dalam pengembangan kebun inti PTPTN V di Air Molek Group pada 30 Juli 2007, mengingat dinamika dalam proyek tersebut, pihak PTPTN V kala itu telah mengeluarkan biaya setidaknya sebesar Rp 56'8 miliar rupiah.
Keberadaan kebun 6.998 Ha di Sei Lala tetap tidak dapat di kuasai atau di kelola oleh PTPTN V, sehingga dapat diduga tata kelola PTPTN V khususnya pada proyek pengembangan kebun inti di Air Molek Group merupakan konspirasi atau persekongkolan antara oknum-oknum petinggi PTPTN V Dan orang-orang tertentu di masyarakat, yang melibatkan unsur PT KRSP, Kantor Notaris, dan pemerintah terkait dengan kerugian keuangan Negara sebesar 56'8 miliar rupiah.
"Kami dari LPKKI secara resmi telah melayangkan surat klarifikasi tentang informasi ini kepada managemen PTPTN V yang sekarang berubah menjadi PTPTN IV Regional III Riau di jalan Rambutan Kota Pekanbaru. Namun setelah dua pekan surat kami di terima pihak PTPTN itu, hingga saat ini belum ada tanggapan" Kata Feri Sibarani.
Menutup keterangan pers nya hari ini, Feri Sibarani, mengatakan, pihaknya selaku komponen masyarakat yang pro aktif dalam menyuarakan keadilan dan gerakan pemberantasan segala bentuk tindak pidana korupsi di BUMN, dalam waktu dekat akan menyampaikan laporannya kepada Lembaga penegak hukum, agar sengkarut tata kelola PTPTN V atau sekarang menjadi PTPTN IV Regional III Riau dapat terungkap dan kerugian keuangan negara dapat dipulihkan.
"Sengkarut tata kelola PTPTN ini bukan hanya berdampak buruk ketika itu, tetapi secara struktural manajemen pastinya berdampak hingga sekarang, dimana posisi permasalahannya kami duga kuat masih tetap seperti kala itu, dan tidak ada penyelesaian yang jelas, sehingga kabarnya, bahkan program kerja dan anggaran-anggaran untuk persoalan menyangkut lahan itu masih direalisasikan hingga saat ini. Artinya, ada secara terus menerus kerugian keuangan Negara dari BUMN atau PTPTN yang sekarang menjadi Holding dengan nama PTPTN IV Regional III Riau" Sebut Feri.
Sumber: LPKKI
Penulis: FIT
Komentar Via Facebook :