Banjir Jakarta, Anies Menuai Bully
Jakarta Banjir, Bully Pun Menerjang, Adakah Politik ? Sejarah Menjawab

Peristiwa Banjir Jakarta terkini
JAKARTA AKTUALDETIK. COM - Banjir yang meenerjang Ibukota Negara, Jakarta, menjadi perhatian seluruh lapisan masyarakat Indonesia, pasalnya sejumlah besar pengamat dan masyarakat menilai Pemerintah DKI Jakarta, yang dipimpin oleh Gubernur DKI, Anies Baswedan disebut tidak becus mengurusi Kota Jakarta.
Bahkan memasuki awal tahun 2020 ini, kebanjiran yang menelan puluhan korban jiwa itu bukan yang pertama kali, melainkan sejak Januari dan Februari sudah beberapa kali Kota Jakarta lumpuh akibat di genangi air hingga mencapai atap rumah penduduk.
Atas musibah yang mengkhawatirkan itu, sejumlah besar kalangan masyarakat, baik dari dalam Kota Jakarta, maupun dari berbagai daerah di Indonesia, menyampaikan berbagai pandanganya dan tidak sedikit yang membully dan menghujat Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, yang dianggap tidak mampu untuk menangani Kota Jakarta dengan baik, bahkan dari sekian banyak tanggapan itu tidak sedikit yang begitu tendensius dan terang-terangan menyebut Anies tidak becus, adakah unsur politik?
Tak berbeda dengan Surabaya, Bekasi dan lainnya, Jakarta juga sempat dilanda banjir di bulan Januari dan Februari tahun 2020 ini, namun alhamdulillah banjir di Jakarta cepat surutnya berkat penanganan sigap Pemprov DKI Jakarta dibawah pimpinan Gubernur Anies Baswedan.
Para haters Anies ada yang berusaha menyudutkan Anies terkait banjir yang sempat melanda Jakarta di tahun 2020 ini.
Namun begitu ditunjukkan salah satu saja foto banjir terparah yang pernah melanda Jakarta di era Jokowi - Ahok pada tanggal 17 Januari 2013, dipastikan para haters itu langsung bungkam!
Banjir Jakarta yang terjadi 17 Januari 2013 bisa dikatakan sebagai bencana banjir paling fenomenal tahun ini. Banjir Jakarta terjadi akibat paduan beragam faktor. Dari sisi meteorologi, beberapa hari sebelum banjir, hujan mengguyur wilayah Jakarta dan merata, mencapai intensitas 40 - 100 mm. Hujan yang merata mengakibatkan volume air yang menggenang besar.
Besarnya volume air mungkin bisa ditampung bila faktor-faktor lain, seperti sistem drainase, situ yang berfungsi baik, dan tata kota, mendukung. Sayangnya, kejadiannya tak demikian. Tata kota Jakarta parah, situ tak berfungsi baik, sementara drainase Jakarta juga buruk. Akibatnya, volume air yang menggenang besar, bahkan menjebol tanggul.
Banjir terjadi di wilayah yang cukup luas, bahkan kawasan Bundaran Hotel Indonesia dan Menteng pun terendam. Dari bencana bajir ini, setidaknya 20 orang tewas.
Seiring dengan datangnya musim hujan, banjir seringkali melanda berbagai daerah di Indonesia. Selama puluhan tahun terakhir, bencana ini juga tidak luput melanda daerah-daerah perkotaan di Indonesia, termasuk Jakarta. Sejak sebelum Indonesia merdeka, sejarah sudah mencatat peristiwa banjir yang terjadi di kota ini.
Pada awal tahun 1918, mendung yang pekat menyelimuti langit kota Jakarta yang saat itu masih bernama Batavia. Hujan turun secara terus menerus selama 22 hari sejak bulan Januari sampai Februari. Hujan yang berkepanjangan menyebabkan area Waltervreden, atau sekarang daerah sekitar Lapangan Banteng, tergenang. Daerah seperti pemukiman Tanah Tinggi, Kampung Lima, Kemayoran Belakang, Glodok, dan beberapa wilayah lain pun ikut terdampak. Banjir yang terjadi saat itu mencapai ketinggian 1,5 meter.
Bencana kali itu menerjang wilayah DKI Jakarta sejak tanggal 19-20 Januari 1979 dan mengakibatkan sebanyak 714.861 orang terpaksa mengungsi ke daerah yang lebih tinggi. Genangan air menenggelamkan wilayah pemukiman dengan jangkauan mencapai 1.100 hektar. Bahkan daerah Jakarta Selatan yang biasanya aman pun saat itu tidak luput dari bencana ini.
Pada tanggal 9-11 Februari 1996, banjir merendam wilayah Jakarta sampai setinggi 7 meter. Saat itu dikatakan bahwa Sungai Ciliwung mencapai debit puncaknya yaitu mengalirkan 743 meter kubik air per detik. Banjir kala itu pun diperparah oleh system drainase yang buruk sehingga air yang meluap tidak dapat mengalir ke mana-mana. Korban jiwa pada saat itu mencapai 20 orang meninggal sedangkan 30.000 orang lainnya terpaksa mengungsi.
Bencana banjir pada waktu itu berdampak lebih luas jika dibandingkan dengan bencana serupa pada tahun 1996. Sekitar 60% dari wilayah DKI Jakarta terendam air setelah hujan lebat turun semalam suntuk pada tanggal 1-2 Februari 2007. Sedikitnya 80 orang dinyatakan tewas akibat terseret arus, tersengat aliran listrik, maupun karena sakit. Sekitar 320.000 orang diungsikan ke tempat lebih tinggi. Sementara itu, kerugian yang disebabkan oleh bencana ini diperkirakan mencapai Rp 4,3 Triliun.
Banjir besar yang terakhir di Jakarta terjadi pada bulan Januari sampai Februari 2013 lalu. Sebanyak 20 orang dinyatakan meninggal dunia dan 33.500 orang mengungsi. Pada waktu itu, bencana yang melanda sempat melumpuhkan kota, termasuk di antaranya kawasan Sudirman dan Bundaran Hotel Indonesia. Kerugian dilaporkan mencapai Rp 20 Triliun.
Komentar Via Facebook :